Forbidden
Love Story 4 : Love the way you lie.
"Kebohongan yang
selalu kau berikan, membuahkan kekecewaan yang mendalam. Kebohongan yang tiada
henti.. -Star.
Aku menatap langit-langit ruang tidur kami, mataku masih basah, hidungku memerah dan mengeluarkan banyak cairan, suaraku hilang entah kemana. Aku menutup wajahku dengan lenganku menghalau agar sinar lampu tak menyilaukan pandanganku, aku bangkit lalu mematikan lampu kamar. Gelap, sumuanya gelap dan tak ada suara apapun selain dentingan jam. Kupejamkan mataku, menikmati rasa sakit yang menyeruak didadaku. Bayangan sosok mereka kembali melintas.
Kim tengah berjalan sembari menggandeng tangan seorang gadis, wajah mereka tampak ceria. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan penuh keceriaan tampak jelas diwajah mereka,bahwa mereka saling senang satu sama lain. Tak tahu jika ada sosok mata merah yang berlinang air bening tengah menahan rasa sakitnya.
Air mataku kembali jatuh, kembali aku menangis tanpa mengeluarkan suara walaupun sesekali isakkanku terdengar karena tak sanggup menahan sesaknya. Dari jauh telingaku menangkap ada langkah kaki yang mendekat, dan semakin lama suara langkah kaki itu terdengar sangat jelas dan aku mengenali langkah kaki itu.
KLEK.
Pintu kamar pun terbuka, muncul seseorang yang sudah amat sangat kukenal. Ia berjalan mencari saklar lampu lalu menyalakan lampu, cahaya lampu menyinari seluruh ruangan. Aku menghalau lagi sinarnya yang menyilaukan mataku, bangkit dari dudukku membelakangi dirinya lalu aku memilih tidur tanpa mengatakan sepatah katapun.
Aku tak bersuara begitupun dia, terlalu lelah menhabiskan waktu bersamanya hingga tak mengatakan sepatah katapun padaku?
Malam ini kami tidur terpisah, saling membelakangi dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga pagi menjelang mataku masih terbuka, jarum jam menunjukkan pukul 5 pagi. Aku memilih bangun dan segera mandi.
Aku menatap pantulan diriku, mengerikan! Lingkar mata menghitam yang terlihat jelas, kedua mata itu juga tampak membengkak. Ku basuh wajahku lalu membersihkan diri. Tok tok tok.
Kim mengetuk pintu kamar mandi, karena aku terlalu lama didalam. "Kau tak apa Star?" tanya Kim khawatir.
Aku keluar dengan handuk dikepalaku, menutupi wajahku. Berjalan melewatinya tanpa menatapnya, ia menahanku. "Kau tak apa?" ku tepis tangannya. "Akan kubuatkan sarapan." jawabku datar dengan suaraku yang serak dan hampir hilang.
Ku sibukkan diri menyiapkan sarapan untuknya, saat sarapan untuknya usai kubuatkan aku kembali kedapur. "Makanlah dulu." perintahku.
"Bisakah kau duduk dan kita makan bersama?" tanya Kim.
"Jika kau menungguku kau akan telat bekerja." jelasku tanpa menoleh padanya.
"Baiklah jika itu maumu." ia pasrah akan pilihanku.
Saat ia usai sarapan aku masih saja menyibukkan diri didapur tanpa memperdulikannya.
"Aku berangkat.." ujarnya lesu. Segera aku berbalik membenarkan kemejanya lalu tersenyum manis.
Ia menatapku, diusapnya rambutku. "Jaga dirimu baik-baik." ujarnya lalu mengecup keningku. "Hati-hati." ujarku pelan. Ia pun berangkat tanpa kuantar sampai depan rumah. Ku melepas apron yang kukenakan, lalu bersandar pelan sembari menghembuskan napas berat.
Kini aku duduk dimeja makan sendiri, spagetti yang seharusnya bisa dibuat selama kurang atau lebih 20menit malah menjadi 30menit saat menghindari Kim. Bahkan spagettinya mulai dingin karena aku hanya diam mematung, pandanganku kosong.
Ding Dong~.
Bel rumah terdengar, bergegas aku membukakan pintu. Cherry masuk dengan tergesah-gesah dan duduk disofa dengan cepat. "Kau ingin minum apa Cherry?" tanyaku. "Apa saja yang penting bisa menyejukkan pikiranku." jawabnya.
Aku kembali kedapur dan mengambil minuman dingin untuknya. Oh ya, perkenalkan dia Cherry sahabat baikku. Sebenarnya kita bersahabat berlima, hanya saja aku dan Cherry tampak begitu dekat.
"Ada apa?" tanyaku sembari memberikan gelas minuman padanya.
"Kau sudah tau siapa gadis itu?" Cherry memandangku lekat-lekat menunggu jawabanku. Aku hanya mengangguk pelan memberi jawaban. Aku mengangguk. "Dan kau tahu siapa orang misterius yang Lexie sukai itu?" ia kembali bertanya. Hanya terdiam dan menatap Cherry lama "Aku tahu! Kau juga pasti berfikir sama dengan apa yang aku pikirkan."
"Benar ternyata. Aku tak menyangka." ujar Cherry. "Ia ternyata setega itu padamu." lanjut Cherry.
Aku kembali menatap kosong Cherry, air mataku keluar begitu saja dan tak ada suara yang mengiringinya. Cherry beranjak dan duduk disebelahku "Sudahlah, apa kau akan begini terus?" aku menggeleng. "Aku hanya terlalu lelah Cher..aku lelah." ujarku dalam tangisku.
Dan pada saat itu Cherry menemaniku menangis seharian tanpa makan dan minum. Biarkan aku menangisi ini semua hingga aku puas dan berhenti dengan sendirinya.
Keesokan harinya, aku dan sahabat-sahabatku hangout bersama karena untuk merayakan hari jadi persahabatan kami. Dan saat itu, kami sibuk dengan dunia kami sendiri dan aura anehku tampak tak terlalu jelas.
Aku pun pulang dalam keadaan lesu, tak kuperdulikan Kim. "Kau baru pulang? Bagaimana dengan acaramu? Menyenangkan?" ia berjalan membuntutiku tapi tak ada satu katapun yang keluar dari mulutku.
Kurebahkan diriku diranjang dan kupejamkan mataku. "Kau tak menjawab pertanyaanku. O iya, bisakah kau lebih bersikap baik pada Lexie?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Kim membuatku tersenyum.
"Kau melindungi kekasihmu?" tanyaku.
"Dia bukan.."
"Berhentilah berbohong padaku, Kim!!!!!" teriakku.
Sejenak suasana hening, aku menetralisir mataku agar tak mengeluarkan air mata.
"Kau sudah tau?" tanya Kim.
"Apa aku harus berpura-pura tak tahu saat aku sudah bisa menemukan jawaban atas teka-teki yang ia buat!?"
Kim menatapku tenang, ia mengambil ponselnya dan menjawab telponnya.
"Ya Lexie?" jawab Kim.
Aku menatap raut wajah Kim yang mendadak berubah seketika.
"Puas kau jika aku putus dengan Lexie!!!???" marah Kim.
"Apa kau menyalahkanku!?"
"Tentu semua ini salahmu! Ini kesekian kalinya ia memutuskanku.."
"Itu masalahmu!"
"Masalahmu adalah mengapa kau kembali saat aku sudah memilikinya!?"
"Aku kembali karena memang sudah waktuku tuk kembali!"
"Aku sudah memilikinya jadi untuk apa kau kembali, kau tak pernah ada untukku saat kau sibuk mengejar lelakimu itu! Dia yang menemani masa susahku, dia yang mendengarkanku menangis!!! Kemana saja kau!? Dan baru sekarang kau kembali!"
"Aku tahu semua ini kesalahanku! Tapi apa yang kau lakukan!? Kau berbohong padaku tuk kesekian kalinya, Kim!"
Kim terdiam, ia tak menjawab sepatah katapun. Ia tertunduk lalu perlahan menangis.
"Kau membuat orang yang kusayangi pergi meninggalkanku.." ia menangis sedih.
Rasanya ada anak panah yang menusukku dalam hingga membuatku mati seketika. Aku mendongakkan kepalaku, menatap langit-langit. Menahan air mataku agar tak tumpah.
"Aku akan membantumu kembali padanya sebisaku.." ujarku pelan.
"Jika kau tak mengatakan itu semua mungkin ia tak akan putus denganku."
"TERUS SAJA MENYALAHKANKU KIM! LAKUKAN SESUKAMU KIM!!!" aku teriak padanya. "Aku tahu kau tak ingin aku bahagia! Kau hanya ingin aku bahagia bersamamu, tapi.."
"Aku selalu menyakitimu." lanjutku.
"Kemana kau saat aku butuh? Kau datang dan pergi sesuka hatimu. Kau menarik-ulur hatiku. Kau tak memperdulikanku sama sekali yang kau perdulikan hanya perasaannya agar ia tak tersakiti. Kau seakan perlahan melepasku, membuangku seperti sampah yang sudah tak dibutuhkan. Saat kau sedih kau ada dia yang bisa menemanimu tapi bagaimana denganku!?" air matanya tak kunjung berhenti.
Aku merasakan sakit yang luar biasa, merasakan sakit itu dengan nikmat dan hikmat. "Lalu bagaimana denganmu? Tak ada penyesalan telah membohongiku!? Bahkan kau lebih menyesal karena tak dapat mempertahankannya disisimu. Terus saja kau menyalahkan dirimu sendiri, Kim. Kau selalu membahas kesalahanku dengan membawa-bawa dia dan kau selalu merasa dalam posisi disalahkan."
"SEMUA INI KARENA DIA!!!!" Kim marah dan membentakku.
"SEMUA INI SALAHKU KIM! SALAHKU!!!" aku teriak tak kalah kuat. "JIKA TAK ADA DIA MUNGKIN SEMUA INI TAK AKAN TERJADI!!!" Kim semakin marah.
Lemas, tak sanggup lagi aku berdiri. Air mataku tumpah begitu saja. "Berhentilah berbohong, Kim. Aku lelah dengan semua kebohongan yang kau buat. Aku dapat merasakanmu, Kim. Merasakan hilangnya semua kenyamananmu padaku. Semuanya hilang dan lenyap secara bersamaan begitu saja."
"Kau tak pernah mengerti tentang perasaanku!"
"Aku memang tak mengerti, tapi aku paham tentang perasaanmu."
"Yang dapat mengerti perasaanku adalah diriku sendiri."
"Lalu bagaimana perasaanmu padaku?"
"Entahlah.. Aku.."
"Kau sendiri tak tahu tentang perasaanmu! Kau tahu? Kau memiliki tempat khusus dihatiku."
"Begitupun kau. Kau punya tempat tersendiri dihatiku."
"Benarkah? Bukankah hatimu sudah penuh akan dirinya? Dan bukankah kau sempat akan membenciku?"
"Aku tak jadi membencimu karena dia.."
"Dan semua alasanmu tetap disini adalah dia. Kebohonganmu karena dia."
"Begitupun kau! Semua ini karena dia!!!"
"Berhenti menyalahkan orang lain. Kita semua salah!"
"Tidak! Semua ini karena dia, dia yang sudah merebutmu dariku."
"Kim, apa sebenarnya maumu? Aku lelah jika terus bertengkar seperti ini. Kau sama sekali tak memberi jalan keluar dan hanya memperbesar masalahnya!"
Kim kembali terdiam, suara yang terdengar hanyalah isakan kami. "Kim.. Kau tahu? Walaupun kau terus berbohong padaku aku masih memaafkanmu. Walaupun kau pernah mengecewakanku, aku tetap bertahan untukmu. Tapi apa? Kau mengkhianatiku seperti ini?"
"Kau memberikan luka, luka yang sangat dalam padaku. Kau terus menggoreskan luka itu, berulang-kali dan terus menerus."
"Kalau begitu aku juga akan perlahan melepasmu.." lirihku. Ia hanya menatapku tak percaya.
"Tapi kita berjanji untuk tidak saling meninggalkan bukan!?"
"Kau tak bisa memberiku pilihan walaupun aku tetap tidak bisa memilih.."
Kami berdua larut dalam kesedihan masing-masing. Tak ada pelukkan lagi dalam tangisku, tak ada tawanya lagi dihariku, tak ada lagi perhatiannya untukku. Tak ada lagi yang bisa dilakukan bersama, tak ada lagi diriku dalam pikiran dan hatinya, tak ada lagi yang mau mendengarkan semua isi hatiku, tak ada lagi yang menompangku jika aku terjatuh, tak ada lagi sosok yang memberiku kekuatan, tak ada lagi diriku yang berarti dalam hidupnya, tak ada lagi. Tak ada lagi.
Sendiri, tanpamu..
Melepasmu perlahan adalah pilihan berat bagiku, walau aku masih sangat membutuhkanmu disisiku.
Aku menatap langit-langit ruang tidur kami, mataku masih basah, hidungku memerah dan mengeluarkan banyak cairan, suaraku hilang entah kemana. Aku menutup wajahku dengan lenganku menghalau agar sinar lampu tak menyilaukan pandanganku, aku bangkit lalu mematikan lampu kamar. Gelap, sumuanya gelap dan tak ada suara apapun selain dentingan jam. Kupejamkan mataku, menikmati rasa sakit yang menyeruak didadaku. Bayangan sosok mereka kembali melintas.
Kim tengah berjalan sembari menggandeng tangan seorang gadis, wajah mereka tampak ceria. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan penuh keceriaan tampak jelas diwajah mereka,bahwa mereka saling senang satu sama lain. Tak tahu jika ada sosok mata merah yang berlinang air bening tengah menahan rasa sakitnya.
Air mataku kembali jatuh, kembali aku menangis tanpa mengeluarkan suara walaupun sesekali isakkanku terdengar karena tak sanggup menahan sesaknya. Dari jauh telingaku menangkap ada langkah kaki yang mendekat, dan semakin lama suara langkah kaki itu terdengar sangat jelas dan aku mengenali langkah kaki itu.
KLEK.
Pintu kamar pun terbuka, muncul seseorang yang sudah amat sangat kukenal. Ia berjalan mencari saklar lampu lalu menyalakan lampu, cahaya lampu menyinari seluruh ruangan. Aku menghalau lagi sinarnya yang menyilaukan mataku, bangkit dari dudukku membelakangi dirinya lalu aku memilih tidur tanpa mengatakan sepatah katapun.
Aku tak bersuara begitupun dia, terlalu lelah menhabiskan waktu bersamanya hingga tak mengatakan sepatah katapun padaku?
Malam ini kami tidur terpisah, saling membelakangi dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga pagi menjelang mataku masih terbuka, jarum jam menunjukkan pukul 5 pagi. Aku memilih bangun dan segera mandi.
Aku menatap pantulan diriku, mengerikan! Lingkar mata menghitam yang terlihat jelas, kedua mata itu juga tampak membengkak. Ku basuh wajahku lalu membersihkan diri. Tok tok tok.
Kim mengetuk pintu kamar mandi, karena aku terlalu lama didalam. "Kau tak apa Star?" tanya Kim khawatir.
Aku keluar dengan handuk dikepalaku, menutupi wajahku. Berjalan melewatinya tanpa menatapnya, ia menahanku. "Kau tak apa?" ku tepis tangannya. "Akan kubuatkan sarapan." jawabku datar dengan suaraku yang serak dan hampir hilang.
Ku sibukkan diri menyiapkan sarapan untuknya, saat sarapan untuknya usai kubuatkan aku kembali kedapur. "Makanlah dulu." perintahku.
"Bisakah kau duduk dan kita makan bersama?" tanya Kim.
"Jika kau menungguku kau akan telat bekerja." jelasku tanpa menoleh padanya.
"Baiklah jika itu maumu." ia pasrah akan pilihanku.
Saat ia usai sarapan aku masih saja menyibukkan diri didapur tanpa memperdulikannya.
"Aku berangkat.." ujarnya lesu. Segera aku berbalik membenarkan kemejanya lalu tersenyum manis.
Ia menatapku, diusapnya rambutku. "Jaga dirimu baik-baik." ujarnya lalu mengecup keningku. "Hati-hati." ujarku pelan. Ia pun berangkat tanpa kuantar sampai depan rumah. Ku melepas apron yang kukenakan, lalu bersandar pelan sembari menghembuskan napas berat.
Kini aku duduk dimeja makan sendiri, spagetti yang seharusnya bisa dibuat selama kurang atau lebih 20menit malah menjadi 30menit saat menghindari Kim. Bahkan spagettinya mulai dingin karena aku hanya diam mematung, pandanganku kosong.
Ding Dong~.
Bel rumah terdengar, bergegas aku membukakan pintu. Cherry masuk dengan tergesah-gesah dan duduk disofa dengan cepat. "Kau ingin minum apa Cherry?" tanyaku. "Apa saja yang penting bisa menyejukkan pikiranku." jawabnya.
Aku kembali kedapur dan mengambil minuman dingin untuknya. Oh ya, perkenalkan dia Cherry sahabat baikku. Sebenarnya kita bersahabat berlima, hanya saja aku dan Cherry tampak begitu dekat.
"Ada apa?" tanyaku sembari memberikan gelas minuman padanya.
"Kau sudah tau siapa gadis itu?" Cherry memandangku lekat-lekat menunggu jawabanku. Aku hanya mengangguk pelan memberi jawaban. Aku mengangguk. "Dan kau tahu siapa orang misterius yang Lexie sukai itu?" ia kembali bertanya. Hanya terdiam dan menatap Cherry lama "Aku tahu! Kau juga pasti berfikir sama dengan apa yang aku pikirkan."
"Benar ternyata. Aku tak menyangka." ujar Cherry. "Ia ternyata setega itu padamu." lanjut Cherry.
Aku kembali menatap kosong Cherry, air mataku keluar begitu saja dan tak ada suara yang mengiringinya. Cherry beranjak dan duduk disebelahku "Sudahlah, apa kau akan begini terus?" aku menggeleng. "Aku hanya terlalu lelah Cher..aku lelah." ujarku dalam tangisku.
Dan pada saat itu Cherry menemaniku menangis seharian tanpa makan dan minum. Biarkan aku menangisi ini semua hingga aku puas dan berhenti dengan sendirinya.
Keesokan harinya, aku dan sahabat-sahabatku hangout bersama karena untuk merayakan hari jadi persahabatan kami. Dan saat itu, kami sibuk dengan dunia kami sendiri dan aura anehku tampak tak terlalu jelas.
Aku pun pulang dalam keadaan lesu, tak kuperdulikan Kim. "Kau baru pulang? Bagaimana dengan acaramu? Menyenangkan?" ia berjalan membuntutiku tapi tak ada satu katapun yang keluar dari mulutku.
Kurebahkan diriku diranjang dan kupejamkan mataku. "Kau tak menjawab pertanyaanku. O iya, bisakah kau lebih bersikap baik pada Lexie?" pertanyaan yang terlontar dari mulut Kim membuatku tersenyum.
"Kau melindungi kekasihmu?" tanyaku.
"Dia bukan.."
"Berhentilah berbohong padaku, Kim!!!!!" teriakku.
Sejenak suasana hening, aku menetralisir mataku agar tak mengeluarkan air mata.
"Kau sudah tau?" tanya Kim.
"Apa aku harus berpura-pura tak tahu saat aku sudah bisa menemukan jawaban atas teka-teki yang ia buat!?"
Kim menatapku tenang, ia mengambil ponselnya dan menjawab telponnya.
"Ya Lexie?" jawab Kim.
Aku menatap raut wajah Kim yang mendadak berubah seketika.
"Puas kau jika aku putus dengan Lexie!!!???" marah Kim.
"Apa kau menyalahkanku!?"
"Tentu semua ini salahmu! Ini kesekian kalinya ia memutuskanku.."
"Itu masalahmu!"
"Masalahmu adalah mengapa kau kembali saat aku sudah memilikinya!?"
"Aku kembali karena memang sudah waktuku tuk kembali!"
"Aku sudah memilikinya jadi untuk apa kau kembali, kau tak pernah ada untukku saat kau sibuk mengejar lelakimu itu! Dia yang menemani masa susahku, dia yang mendengarkanku menangis!!! Kemana saja kau!? Dan baru sekarang kau kembali!"
"Aku tahu semua ini kesalahanku! Tapi apa yang kau lakukan!? Kau berbohong padaku tuk kesekian kalinya, Kim!"
Kim terdiam, ia tak menjawab sepatah katapun. Ia tertunduk lalu perlahan menangis.
"Kau membuat orang yang kusayangi pergi meninggalkanku.." ia menangis sedih.
Rasanya ada anak panah yang menusukku dalam hingga membuatku mati seketika. Aku mendongakkan kepalaku, menatap langit-langit. Menahan air mataku agar tak tumpah.
"Aku akan membantumu kembali padanya sebisaku.." ujarku pelan.
"Jika kau tak mengatakan itu semua mungkin ia tak akan putus denganku."
"TERUS SAJA MENYALAHKANKU KIM! LAKUKAN SESUKAMU KIM!!!" aku teriak padanya. "Aku tahu kau tak ingin aku bahagia! Kau hanya ingin aku bahagia bersamamu, tapi.."
"Aku selalu menyakitimu." lanjutku.
"Kemana kau saat aku butuh? Kau datang dan pergi sesuka hatimu. Kau menarik-ulur hatiku. Kau tak memperdulikanku sama sekali yang kau perdulikan hanya perasaannya agar ia tak tersakiti. Kau seakan perlahan melepasku, membuangku seperti sampah yang sudah tak dibutuhkan. Saat kau sedih kau ada dia yang bisa menemanimu tapi bagaimana denganku!?" air matanya tak kunjung berhenti.
Aku merasakan sakit yang luar biasa, merasakan sakit itu dengan nikmat dan hikmat. "Lalu bagaimana denganmu? Tak ada penyesalan telah membohongiku!? Bahkan kau lebih menyesal karena tak dapat mempertahankannya disisimu. Terus saja kau menyalahkan dirimu sendiri, Kim. Kau selalu membahas kesalahanku dengan membawa-bawa dia dan kau selalu merasa dalam posisi disalahkan."
"SEMUA INI KARENA DIA!!!!" Kim marah dan membentakku.
"SEMUA INI SALAHKU KIM! SALAHKU!!!" aku teriak tak kalah kuat. "JIKA TAK ADA DIA MUNGKIN SEMUA INI TAK AKAN TERJADI!!!" Kim semakin marah.
Lemas, tak sanggup lagi aku berdiri. Air mataku tumpah begitu saja. "Berhentilah berbohong, Kim. Aku lelah dengan semua kebohongan yang kau buat. Aku dapat merasakanmu, Kim. Merasakan hilangnya semua kenyamananmu padaku. Semuanya hilang dan lenyap secara bersamaan begitu saja."
"Kau tak pernah mengerti tentang perasaanku!"
"Aku memang tak mengerti, tapi aku paham tentang perasaanmu."
"Yang dapat mengerti perasaanku adalah diriku sendiri."
"Lalu bagaimana perasaanmu padaku?"
"Entahlah.. Aku.."
"Kau sendiri tak tahu tentang perasaanmu! Kau tahu? Kau memiliki tempat khusus dihatiku."
"Begitupun kau. Kau punya tempat tersendiri dihatiku."
"Benarkah? Bukankah hatimu sudah penuh akan dirinya? Dan bukankah kau sempat akan membenciku?"
"Aku tak jadi membencimu karena dia.."
"Dan semua alasanmu tetap disini adalah dia. Kebohonganmu karena dia."
"Begitupun kau! Semua ini karena dia!!!"
"Berhenti menyalahkan orang lain. Kita semua salah!"
"Tidak! Semua ini karena dia, dia yang sudah merebutmu dariku."
"Kim, apa sebenarnya maumu? Aku lelah jika terus bertengkar seperti ini. Kau sama sekali tak memberi jalan keluar dan hanya memperbesar masalahnya!"
Kim kembali terdiam, suara yang terdengar hanyalah isakan kami. "Kim.. Kau tahu? Walaupun kau terus berbohong padaku aku masih memaafkanmu. Walaupun kau pernah mengecewakanku, aku tetap bertahan untukmu. Tapi apa? Kau mengkhianatiku seperti ini?"
"Kau memberikan luka, luka yang sangat dalam padaku. Kau terus menggoreskan luka itu, berulang-kali dan terus menerus."
"Kalau begitu aku juga akan perlahan melepasmu.." lirihku. Ia hanya menatapku tak percaya.
"Tapi kita berjanji untuk tidak saling meninggalkan bukan!?"
"Kau tak bisa memberiku pilihan walaupun aku tetap tidak bisa memilih.."
Kami berdua larut dalam kesedihan masing-masing. Tak ada pelukkan lagi dalam tangisku, tak ada tawanya lagi dihariku, tak ada lagi perhatiannya untukku. Tak ada lagi yang bisa dilakukan bersama, tak ada lagi diriku dalam pikiran dan hatinya, tak ada lagi yang mau mendengarkan semua isi hatiku, tak ada lagi yang menompangku jika aku terjatuh, tak ada lagi sosok yang memberiku kekuatan, tak ada lagi diriku yang berarti dalam hidupnya, tak ada lagi. Tak ada lagi.
Sendiri, tanpamu..
Melepasmu perlahan adalah pilihan berat bagiku, walau aku masih sangat membutuhkanmu disisiku.